
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), aqiqah secara bahasa (lugawī) berarti rambut bayi yang dipotong setelah kelahiran. Sedangkan dalam istilah syar’i, aqiqah merujuk pada penyembelihan hewan (seperti kambing atau domba) atas nama bayi yang baru lahir sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. Definisi tersebut menegaskan bahwa inti aqiqah adalah menyembelih hewan dan ritual mencukur rambut bayi sesuai tuntunan Nabi SAW.
Tradisi aqiqah sudah dikenal sejak masa Jahiliyah, ketika masyarakat Arab pra-Islam menyembelih kambing atas kelahiran anak laki-laki. Dahulu mereka bahkan melumuri kepala bayi dengan darah sembelihan. Setelah datangnya Islam, Nabi Muhammad SAW menyempurnakan praktek tersebut. Beliau melarang melumuri darah dan justru menyarankan melumurkan minyak wangi pada kepala bayi. Aqiqah kemudian diperluas menjadi sunnah bagi anak perempuan juga. Nabi SAW menganjurkan dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan satu ekor kambing untuk bayi perempuan. Tradisi inilah yang dicontohkan Nabi SAW, misalnya ketika beliau melaksanakan aqiqah untuk cucu-cucunya Hasan dan Husain, masing-masing dengan satu ekor kambing.
Dalam Al-Qur’an tidak ada ayat spesifik yang membicarakan aqiqah, sehingga dasar hukum dan tata cara aqiqah bersumber pada hadits-hadits Nabi SAW. Beberapa hadits shahih tentang aqiqah antara lain:
Dalil-dalil tersebut menjadi pegangan bahwa aqiqah ditetapkan sebagai sunnah Nabi yang sangat dianjurkan dalam tradisi Islam.
Mayoritas ulama menegaskan bahwa pelaksanaan aqiqah bersifat sunnah mu’akkad bagi orang tua yang mampu. Artinya, aqiqah sangat dianjurkan segera dilakukan jika kondisi finansial mencukupi, karena termasuk sunnah yang ditekankan Nabi SAW. Jika keluarga tidak mampu, meninggalkan aqiqah tidak mengurangi pahala atau menimbulkan dosa. Bahkan, ada riwayat yang menyatakan bahwa jika bayi meninggal sebelum hari ketujuh, kewajiban aqiqah orang tua gugur. Oleh karena itu, persiapkanlah aqiqah anak Anda sesuai sunnah Nabi SAW agar tradisi mulia ini terlaksana dengan sempurna dan membawa keberkahan bagi keluarga.
Waktu yang disunnahkan untuk melaksanakan aqiqah adalah hari ketujuh setelah kelahiran. Pada hari ketujuh ini bayi biasanya dicukur rambutnya dan diberi nama, bersamaan dengan penyembelihan hewan aqiqah. Jika pada hari ketujuh belum terlaksana, pendapat jumhur ulama membolehkan dilanjutkan pada hari ke-14 atau ke-21 setelah lahir. Intinya, aqiqah sebaiknya dilakukan segera setelah minggu pertama kelahiran, tetapi jika terlewat tetap diperbolehkan kapan pun orang tua sudah mampu dan siap menunaikannya.
Berikut beberapa ketentuan praktis dalam pelaksanaan aqiqah:
Aqiqah tidak hanya sekadar ritual, tetapi sarat dengan hikmah keagamaan dan kebaikan sosial. Secara spiritual, aqiqah melambangkan pengabdian dan rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran anak. Pada waktu yang sama, acara aqiqah menjadi momen berbagi dan silaturahim: keluarga menyiapkan hidangan untuk kerabat dan tetangga. Berikut beberapa nilai penting dari aqiqah:
Di era modern ini, tradisi aqiqah tetap relevan sebagai wujud syukur dan perayaan keluarga. Meski banyak keluarga mengemas aqiqah dengan tema kreatif atau memanfaatkan teknologi (misalnya membuat undangan digital), esensinya tidak berubah: tetap bersyukur kepada Allah atas karunia anak dan mempererat ikatan keluarga. Untuk mempermudah, orang tua kini banyak menggunakan layanan profesional. Paket aqiqah terpercaya seperti aqiqahummahat.com menawarkan solusi praktis sehingga proses penyembelihan dan pengolahan daging dapat terjamin kehalalannya. Ayo, persiapkan aqiqah anak Anda sesuai sunnah Nabi SAW agar mendapat berkah maksimal. Pastikan memilih jasa aqiqah terpercaya demi kenyamanan dan keabsahan ibadah. Yuk, sebarkan pemahaman aqiqah yang benar kepada keluarga dan tetangga agar tradisi mulia ini terjaga di lingkungan kita.